ZONALITERASI.ID – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, mengatakan, pendidikan siswa bermasalah di barak militer bisa diterapkan di seluruh Indonesia, jika program yang dicanangkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi tersebut terbukti berhasil.
Pigai juga akan menyarankan program tersebut kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti.
“Kalau Jawa Barat sukses, maka sesuai kewenangan yang dimiliki oleh Kementerian HAM, akan menyampaikan kepada Menteri Pendidikan Nasional (Mendikdasmen, red.) untuk mengeluarkan peraturan supaya model ini bisa dilaksanakan secara masif di seluruh Indonesia,” kata Pigai, Pigai, usai menerima kunjungan Dedi Mulyadi di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Kamis, 9 Mei 20205, dikutip dari Antara.
Pigai mengungkapkan, pendidikan siswa bermasalah di barak tidak melanggar HAM selama program tersebut dijalankan tanpa hukuman fisik. Menurutnya, mendapat pendidikan yang layak merupakan hak asasi sebagaimana diatur konstitusi.
Pigai mengapresiasi program tersebut karena berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, utamanya terkait kedisiplinan, pengetahuan, mental, dan tanggung jawab siswa.
“Kalau variabel-variabel ini seirama, senasib, sejiwa dengan HAM, berarti tidak ada dong, tidak masuk ke wilayah-wilayah yang bertentangan dengan HAM,” ucapnya.
Lanjut Pigai, program pendidikan siswa di barak selaras dengan Astacita Presiden Prabowo Subianto. Program ini dapat mempersiapkan generasi bangsa yang berkualitas demi mencapai visi Indonesia Emas 2045.
“[Kalau] karakternya tidak humanis, disiplinnya tidak tinggi, mentalnya tidak bagus, tidak produktif, tidak tanggung jawab, bagaimana kita mau go global (mendunia)? Bagaimana 2045 kita leading (memimpin) di dunia?” tuturnya.
Sementara Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menuturkan, programnya yang sudah berjalan ini tidak melanggar hak-hak anak. Pendidikan di barak dapat melatih disiplin siswa untuk menerima pelajaran secara baik.
“Kenapa? Karena selama ini mereka bolos. Mereka tidak pernah belajar, bangunnya rata-rata jam 10 siang. Kemudian, di barak itu mereka mendapat lingkungan yang baik. Karena selama ini mereka di rumahnya tidak mendapat lingkungan yang baik, di lingkungan sekolahnya tidak mendapat lingkungan yang baik, mereka menjadi anak jalanan,” ujarnya.
Dedi menambahkan, siswa yang dibawa ke barak atas dasar persetujuan orang tua. Di sana, mereka akan mendapatkan pendidikan selama lebih kurang 28 hari dengan turut didampingi oleh dokter, psikolog, dan guru mengaji.
Ia pun memastikan siswa-siswa tersebut tetap mendapatkan pendidikan formal.
“Mereka mengikuti ujian dan pendidikan biasa. Mereka terkoneksi kepada sekolahnya dan tetap menjadi siswa,” ucapnya.
Bermitra dengan Kanwil Kementerian HAM Jawa Barat
Dedi menyebutkan, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian HAM Jawa Barat akan menjadi mitra dalam program ini. Selain mengajarkan pendidikan HAM, Kanwil Kementerian HAM juga ikut mengawasi demi memastikan tidak ada pelanggaran hak asasi yang terjadi.
Kepala Kanwil Kementerian HAM Jawa Barat, Hasbullah Fudail, membenarkan terkait pemantauan jalannya pendidikan siswa bermasalah di barak TNI tersebut.
“Kanwil Kementerian HAM Jabar akan segera menurunkan tim. Secepatnya,” tandas Hasbullah.
Dedi Mulyadi akan diskusi dengan Mendikdasmen soal pendidikan di barak
Akan Diskusi dengan Mendikdasmen
Pada kesempatan sama, Dedi Mulyadi, menuturkan, akan berdiskusi dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, mengenai pendidikan karakter bagi siswa bermasalah di barak militer.
“Ya, setelah ini kami akan juga menyampaikan,” kata Dedi.
Dedi menuturkan, pendidikan karakter bagi siswa SMP dan SMA sederajat yang bermasalah di barak militer merupakan solusi terbaik. Sebab, orang tua dan pihak sekolah tidak dapat menyelesaikan permasalahan remaja di Jawa Barat.
Permasalahan remaja yang dimaksud Dedi, salah satunya ialah pola hidup yang tidak disiplin. Remaja usia sekolah di Jawa Barat disebut kerap tidur dini hari karena bermain game daring sehingga menyebabkan mereka tidak berangkat ke sekolah.
Konsumsi media sosial yang berlebihan juga disebut Dedi menjadi persoalan di kalangan remaja. Pasalnya, remaja-remaja di Jawa Barat terorganisasi secara sistematik melalui kekuatan media sosial untuk melakukan pertengkaran secara terbuka dan tertutup.
Di samping itu, obat-obatan yang tidak layak dikonsumsi serta minuman keras juga beredar dan bisa diakses dengan mudah oleh kalangan remaja di provinsi tersebut.
“Karena problem ini tidak bisa diselesaikan di sekolah dan di keluarga serta tidak semua problem itu bisa ditangani lewat peradilan anak, harus ada upaya jangka pendek yang bisa dilakukan melalui pola pendidikan disiplin siswa, maka kami menggandeng lembaga TNI,” katanya.
Menurut Dedi, TNI dipilih sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan karakter kepada siswa karena telah berpengalaman dalam melakukan pendidikan, baik untuk kalangan militer maupun sipil. ***