ZONALITERASI.ID – Dari 2.050 wisudawan yang mengikuti ‘Wisuda Institut Teknologi Bandung (ITB) Tahun Akademik 2021/2022’, di Sabuga ITB, Sabtu, 23 Juli 2022, ada satu wisudawan dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) yang memiliki pengalaman menarik dan menginspirasi.
Ya, dialah Salsabilla Rasika Sumekto, lulusan Program Studi (Prodi) Desain Komunikasi Visual (DKV) ITB. Perempuan asal Depok ini merupakan wisudawan berkebutuhan khusus karena hanya mampu mendengar suara di atas 90-110 desibel sejak lahir.
Kendati Salsabila memiliki keterbatasan, namun tidak menyurutkan dirinya untuk merampungkan kuliah.
Tugas akhir yang ditulis Salsabilla mengangkat tema mengenai budaya tuli di Indonesia. Ia membuat karya buku ilustrasi landscape lengkap dengan hardcover berukuran A4. Isinya merupakan kompilasi ilustrasi yang memberikan pemahaman mendalam tentang budaya tuli sehingga bisa bersifat edukasional.
Salsabila menulis tugas akhir cukup otentik karena dibuat dari perspektif seorang teman tuli.
“Kebanyakan karya DKV lain bertemakan ‘tuli’ dibuat berdasarkan perspektif seseorang yang dapat mendengar. Saya sendiri terinspirasi dari berbagai pengalaman pribadi yang kemudian saya visualisasikan,” ucapnya.
Salsabilla mengaku tidak ada kendala dari segi teknik visualisasi karya tugas akhirnya. Hal yang cukup sulit adalah mencari sumber literatur yang spesifik dengan karakter bangsa Indonesia secara kredibel. Itu menyebabkan adanya kendala dalam wawancara dengan teman-teman tuli untuk penelitiannya.
“Seharusnya ada penelitian lebih detail tentang budaya tuli karakter bangsa Indonesia secara nasional, namun penelitian tersebut masih sedikit. Oleh karena itu, upaya maksimal yang bisa dilakukan adalah focused discussion dengan empat narasumber saja, dan sisanya pengutipan dari artikel atau jurnal internasional tentang budaya tuli di dunia,” ujarnya.
Andalkan Visual
Selama menimba ilmu di ITB, alumni SMA Negeri 1 Depok ini mengandalkan visual sepenuhnya. Ia menangkap pembelajaran melalui tulisan-tulisan yang dipresentasikan dosen hingga catatan materi kuliah yang telah dicatat oleh rekan-rekan mahasiswa lainnya.
Dalam metode membaca gerakan bibir, bagi Salsabilla keakuratannya hanya 30%, sehingga ia lebih mengandalkan visual dan tulisan.
Mengenai kendala dalam proses pembelajaran, Salsabilla mengaku semuanya dapat ia cerna dengan baik. Namun, baginya cukup disayangkan ketika ia tidak dapat “mendengarkan” saat para dosen bercerita pengalaman pribadi atau tidak tertulis di dalam slide presentasi.
Selebihnya, menurut Salsabilla kendala-kendala lain yang ia alami cukup bersifat umum dan dialami hampir seluruh mahasiswa dalam menempuh pembelajaran. Hal itu justru malah membuatnya menanamkan perspektif yang membangun.
“Kendala tersebut merupakan tantangan yang mau tidak mau membuat semua mahasiswa dapat berkomunikasi lebih baik, karena pada dasarnya porsi DKV berat pada miskomunikasi menjadi komunikasi yang jelas,” terangnya.
Ke depan, Salsabilla memiliki minat dalam menekuni bidang ilustrasi dan komik. Baginya, kedua bidang tersebut telah memberikan kesempatan untuknya eksplorasi sepuasnya dalam membuat visualisasi. Selain itu, ia juga tertarik karena topik apapun bisa dijadikan komik, terutama topik-topik yang ia gemari.
“Perjalanan di DKV ITB juga membentuk aku dalam menunjang karier nantinya. Pengalaman yang berharga untuk menjadi bekal ilmu fundamental yang penting dalam ranah ilustrasi, komik, animasi, dan desain grafis. Hal yang terpenting dari DKV ITB itu adalah membentuk pola pikir yang membuka banyak pandangan baru dalam ranah DKV,” ujarnya. ***
Sumber: Itb.ac.id