Komisi X DPR Usulkan Revisi UU Sisdiknas Masuk Prolegnas Prioritas 2025

1342319 720
Wakil Ketua Komisi X DPR, Himmatul Aliyah. (Foto: Tempo.co)

ZONALITERASI.ID – Komisi X DPR RI mengusulkan Revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Usulan itu mereka sampaikan dalam rapat koordinasi Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan para pimpinan Komisi I hingga Komisi XIII, Selasa, 12 November 2024.

“Kami ada RUU prioritas tahun 2025, yaitu RUU tentang perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. RUU Sisdiknas perlu kembali masuk Prolegnas Prioritas karena belum direvisi selama 21 tahun terakhir,” kata Wakil Ketua Komisi X, Himmatul Aliyah, dalam rapat.

“Kemarin [DPR periode 2019-2024] itu sempat juga masuk direvisi tapi belum bisa disahkan dalam rapat paripurna. Oleh karena itu, kami mengajukan kembali tentang RUU perubahan atas UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas,” sambungnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi X, Hetifah Sjaifudin, menjelaskan perubahan UU Sisdiknas berkaitan dengan penyesuaian dengan sejumlah UU lainnya yang mengatur masalah pendidikan.
Penyesuaian itu meliputi UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan UU No.18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

“Revisi itu juga bertujuan untuk menyesuaikan UU Sisdiknas dengan peta jalan pendidikan 2025-2045 yang disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),” ucapnya.

Hetifah menambahkan, substansi baru dalam RUU Sisdiknas akan menyesuaikan kebutuhan masyarakat. Diperlukan kajian yang menyeluruh dan melibatkan masyarakat secara aktif.

Terkait tumpang tindih regulasi di sektor pendidikan sempat disinggung oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti. Keluhan itu disampaikan Mu’ti dalam rapat kerja bersama Komisi X di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 6 November 2024.

Menurut Mu’ti, tumpang tindih regulasi tersebut menimbulkan kendala dalam distribusi guru di daerah terpencil.

“Menjadi kesulitan tersendiri karena kami memang masih ada perdebatan mengenai rujukan undang-undang antara mengikuti UU ASN, UU Guru dan Dosen, atau UU Sistem Pendidikan Nasional,” kata Mu’ti. (des)***