Angkie Yudistia, Titik Bangkit di Kampus hingga Jadi Staf Khusus Presiden Jokowi

FOTO PENDIDIKAN APRIL 110
Angkie Yudistia, (Foto: Kompas.com).

ZONALITERASI.ID – “Ini staf khusus saya yang baru, untuk bidang-bidangnya ini kerja barengan begitu,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi), saat memperkenalkan Angkie Yudistira, sebagai salah satu staf khusus, di Istana Merdeka, Jakarta, akhir 2019..

Ya, dialah Angkie Yudistira. Perempuan yang lahir di Medan pada 5 Juni 1987 dan sejak umur 10 tahun kehilangan pendengaran ini adalah CEO Thisable Enterprise. Lembaga yang bertujuan menciptakan akses bagi para difabel dengan masyarakat umumnya.

Angkie beserta enam staf khusus lain, bertugas memberi masukan-masukan segar dari generasi milenial.

Perjalanan Angkie hingga menduduki posisi saat ini tidaklah gampang. Beragam romantika ia lalui.

Memasuki umur 10 tahun, Angkie kehilangan pendengarannya. Angkie tuli awalnya diduga karena konsumsi obat-obatan antibiotik saat ia mengidap penyakit malaria.

Menjadi penyandang tunarungu pada saat remaja bukanlah hal mudah bagi Angkie. Ia kerap merasa tertekan dan tak percaya diri. Perlu waktu 10 tahun bagi perempuan penulis buku Perempuan Tunarungu, Menembus Batas itu untuk bangkit.

Titik Balik di Kampus

Angkie bersekolah di SMAN 2 Bogor dan kemudian melanjutkan kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi di London School of Public Relations Jakarta.

Kehidupan di kampus itulah yang kemudian sedikit demi sedikit mengubah pola pikirnya.

“Dosenku bilang, kamu jujur sama diri kamu sendiri. Kalau kamu sudah jujur sama diri sendiri dan jujur sama orang lain, orang lain akan mengapresiasi kejujuran kita. Jadi benar, ketika aku jujur, mereka jadi sangat bantu,” ucap Angkie, dikutip dari Kompas.com, Minggu, 18 Juni 2023.

Temukan Jati Diri

Angkie mulai sadar. Bila ia tidak pernah menerima kekurangannya, sampai kapan pun ia tak akan pernah menikmati hidupnya. Kebangkitan Angkie tak terlepas dari dukungan orang tuanya. Ia bangkit untuk menjalani kehidupannya. Perlahan, ia dapat mengatasi mental block terhadap diri sendiri.

Angkie juga teringat ucapan seorang dokter spesialis THT (telinga, hidung, dan tenggorokan) yang mengatakan, kesembuhannya ada di tangan Tuhan.

“Jadi, ini sudah jalan hidup. Ada maksud Tuhan di balik ini semua. Dari kuliah komunikasi aku mulai bisa menerima dan menemukan jati diri aku sebenarnya,” ucapnya.

Berkarya lewat Thisable Enterprise

Bagi Angkie, mendirikan Thisable Enterprise adalah anugerah. Thisable Enterprise lahir dari niatnya bersama rekan-rekannya mendirikan organisasi karena pengalamannya sulit berkarya dengan keterbatasan yang dimilikinya.

“Pertama kali awalnya saya tidak terlalu banyak diberikan kesempatan untuk berkarya. Saya sudah merasakan sulitnya mendapatkan kesempatan (berkarya),” kata Angkie.

Angkie menyatakan, tujuan dari membentuk Thisable Enterprise untuk menciptakan akses bagi para difabel dengan masyarakat umumnya.

“Ini baru pertama kali tahun perdananya Thisable Enterprise. Salah satu program kita menciptakan akses inklusi yang sama antara difabel dan yang nondifabel,” ujar Angkie.

Bantu Difabel

Thisable Enterprise memiliki beberapa visi misi, salah satunya social business for society profit yang menangani CSR perusahaan bagi anak-anak difabel. Melalui Thisable Enterprise, pihaknya membantu mencari perusahaan yang bisa menerima difabel untuk ditempatkan bekerja.

“Kita berpartner dengan salah satu perusahaan rekrutmen, yang apabila perusahaan ingin merekrut teman difabel secara profesional,” ujar Angkie.

Perjuangan belum Selesai

Angkie mengatakan,Thisable Enterprise berkolaborasi dengan stakeholder dan perusahaan swasta untuk memberikan kesempatan bagi difabel. Menurutnya, perjuangan membantu difabel akan terus dilakukan.

“Buat saya hal yang seperti ini tidak berhenti di sini saja. Perjuangan masih belum selesai. Harapannya memberi kesempatan yang sama, kesempatan sehari-hari. Jadi tidak ada lagi gap antara difabel dan yang nondifabel,” ujarnya.

Dalam perjalanannya, ia menemukan sangat sedikit perusahaan yang mau mempekerjakan penyandang disabilitas. Angkie pernah mencatat, ada 7.000 disabilitas yang mengirimkan lamaran melalui Thisable Enterpraise, tetapi penyerapan tenaga kerjanya baru 50 orang.

“Kami butuh dukungan bersama semua pihak agar mereka bisa mandiri dan berkontribusi,” kata Angkie di kesempatan lain.

Perempuan yang pernah terpilih sebagai “The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008” ini juga pernah bekerja sama dengan PT Gojek Indonesia untuk memperkerjakan orang-orang dengan disabilitas di Go-Auto hingga Go-Glam.

“Aku percaya, tuli itu juga SDM milik negara, aset negara, jadi kita juga memiliki hak,” ujar Angkie dengan optimistis. (haf)***

 

Respon (165)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *