ZONALITERASI.ID – Mendikbudristek, Nadiem Makarim berjanji pihaknya akan akan menghentikan lompatan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tidak masuk akal.
“Saya berkomitmen, serta Kemendikbudristek memastikan, harus ada rekomendasi dari kami untuk pastikan lompatan-lompatan yang tidak masuk akal dan tidak rasional itu akan kami berhentikan,” kata Nadiem, saat Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Kemendikbudristek di Gedung DPR RI, Selasa, 21 Mei 2024.
“Kemendikbudristek akan mengevaluasi kenaikan UKT yang tidak wajar di perguruan tinggi. Jadi kami akan memastikan bahwa kenaikan yang tidak wajar akan kami cek, evaluasi, assess,” sambungnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, Teknologi (Dirjen Diktiristek) Kemendikdbudistek Abdul Haris memaparkan hanya 3,7% dari total populasi mahasiswa baru 2024 yang masuk kelompok UKT tinggi atau kelompok UKT 8-12.
Abdul merinci, mayoritas mahasiswa baru 2024 (67,1%) masuk kelompok UKT menengah atau kelompok 3-7.
Ia mencontohkan UKT menengah di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang belakangan didemo mahasiswa buntut kenaikan UKT. Di Unsoed sebanyak 1.470 mahasiswa baru masuk kelompok UKT menengah. Berikut kisarannya di berbagai prodi:
– Besar UKT 3 Unsoed: Rp 2 juta – Rp 10 juta
– Besar UKT 4 Unsoed: Rp 3,5 juta – Rp 14 juta
– Besar UKT 5 Unsoed : Rp 5 juta – Rp 18 juta
– Besar UKT 6 Unsoed: Rp 6 juta – Rp 22 juta
– Besar UKT 7 Unsoed: Rp 7 juta – Rp 25 juta
Sebagai informasi, besar UKT 8 atau kelompok UKT tinggi di Unsoed yaitu Rp 8 juta – Rp 30 juta. Abdul mengatakan 12 mahasiswa baru Unsoed 2024 masuk kelompok UKT 8.
Adapun 29,2% mahasiswa baru 2024 disebut masuk kelompok UKT rendah, yaitu UKT 1-2 dan penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Ia mencontohkan, di Unsoed sebanyak 667 orang masuk kelompok UKT rendah dengan besar UKT 1 Rp 500 ribu dan UKT 2 Rp 1 juta.
Ditinjau Kembali oleh Pimpinan PTN
Abdul mengatakan, berdasarkan Permendikdbudristek No 2 Tahun 2024, mahasiswa yang dikenakan kelompok UKT tidak tepat bisa ditinjau kembali oleh pimpinan PTN. Orang tua mahasiswa dalam hal ini perlu menyediakan data pendukung untuk klarifikasi dan justifikasi pemberian keringanan UKT.
“Kami meminta pada para rektor agar bila ada keberatan dari mahasiswa agar beri ruang untuk konsultasi. Dan ini saya pikir ada waktu yang lama, dan pengalaman kami di universitas, ini ruangnya sangat terbuka lebar bagi orang tua mahasiswa melakukan upaya konsultasi dan peninjauan kembali,” katanya.
Dalam Permendikburistek yang sama disebutkan, peninjauan kembali bisa dilakukan jika ada perubahan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tuanya, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa tersebut atau ada ketidaksesuaian data ekonomi mahasiswa dengan fakta di lapangan.
UKT Dicicil
Menanggapi opsi cicilan UKT dari anggota Komisi X DPR RI Ali Zamroni, Abdul mengatakan Kemendikburistek akan menyampaikan aspirasi tersebut pada para rektor perguruan tinggi.
“Terkait dengan strategi bagaimana memberikan ruang kepada mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan untuk ada ruang mencicil dan sebagainya, saya pikir ini nanti juga kami akan sampaikan ke beberapa rektor,” ucapnya.
Negara Tak Sanggup Biayai Kuliah secara Penuh
Sementara itu, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin, mengatakan, pemerintah belum bisa menanggung pendanaan perguruan tinggi secara penuh. Dengan begitu, perlu pendanaan mandiri oleh sejumlah perguruan tinggi dengan klasifikasi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).
“Nah, sekarang anak-anak yang masuk perguruan tinggi itu kan presentasi masih belum besar. Nah itu karena itu kita harus pacu terus ini, perguruan tinggi ini. Persoalan sekarang itu ada di biaya pendidikan tinggi itu kan mahal. Oleh karena itu seperti apa, kalau solusi yang pemerintah menanggung seluruhnya tidak mungkin, belum bisa,” ujar Ma’ruf, Rabu, 22 Mei 2024.
“Maka itu disebutkan PTNBH, perguruan tinggi berbadan hukum PTN perguruan tinggi negeri berbadan hukum, PTNBH, itu supaya menjadi solusi. Ini sebenarnya yang harus dikembangkan,” imbuhnya.
Jangan Semua Biaya Dibebankan ke Mahasiswa
Meski tak bisa mendanai secara penuh kuliah warganya, Ma’ruf menekankan perlunya peran antara pemerintah dan perguruan tinggi agar mahasiswa tidak dibebani dari segi pendanaan kuliah.
“Dan juga tidak tentu mahasiswa tidak mungkin tidak mengambil bagian dan pemerintah juga mengambil bagian. Menurut saya solusinya itu yang dibagi ini ya, harus menjadi beban pemerintah sesuai dengan kemampuan, menjadi beban mahasiswa sesuai dengan kemampuan, dan menjadi beban perguruan tinggi melalui badan-badan usaha yang dikembangkan untuk menanggung sebagian. Jadi jangan dibebankan pada mahasiswa semua,” kata Ma’ruf.
“Jadi pemerintah tidak mungkin lepas tanggung jawab. Pemerintah harus mengambil tanggung jawab karena ini bagian daripada tanggung jawab pemerintah. Mahasiswa juga sesuai kemampuannya, tapi juga bukan tidak ada beban, sesuai. Kalau proporsionalitas ini dibangun, menurut saya kita bisa,” lanjutnya. ***
Sumber: Detik.com