Oleh Suheryana Bae
DUNIA ini dinamis. Selalu berubah. Dari saat ke saat ada penemuan baru. Suasana baru. Kondisi baru. Peradaban baru.
Tahun 80-an kebiasaan mengaji di masjid kampung, terusik dengan program TVRI, sehingga beberapa anak yang bandel meninggalkan guru-guru ngaji bada magrib dan kembali di saat isya. Berkerumun rame-rame di rumah orang kaya yang baru membeli TV hitam putih.
Dari satu-dua televisi, kemudian menyebar beberapa televisi di beberapa tokoh desa. Karena belum ada listrik, maka daya yang dipakai adalah accu. Maka muncullah beberapa pengusaha yang melayani jasa penyetruman accu. Dengan moda diesel dan sedikit pengetahuan teknis, mereka meraup uang di atas rata-rata entrepreneur pemula.
Kemudian masuklah listrik. Perlahan orang beralih ke listrik. Perlahan orang meninggalkan stroom accu. Perlahan pengusaha stroom accu tutup dan kembali ke kota menjadi buruh atau meneruskan membuka warung kelontongan atau menjadi pengangguran di kampung. Seperti dinosaurus, ketidakmampuan beradaptasi dengan keadaan zaman sama, dengan bunuh diri. Sama dengan kepunahan.
Zaman berjalan. Perubahan menyertainya. Masuklah personal computer. Masuklah laptop. Masuklah smartphone. Datanglah internet. Berkembangbiaklah smartphone. Aplikasi dan segala tetek bengek teknologi.
Sekarang ini bukan lagi perubahan zaman tapi pergantian zaman. Komputer plus internet plus smatrphone plus android plus Covid-19 sama dengan zaman berganti.
Mesin tik di-musiumkan atau dikubur. Rapat-rapat di ruangan berubah menjadi rapat di berbagai ruangan. Belajar di kelas menjadi daring. Profesor-profesor terbaik datang mengajar ke kamar atau ke ruang tamu. Bersaing dengan para penggoda yang terlentang di tempat tidur. Tanpa harus berlelah-lelah.
Sebagai orang di atas setengah abad, ngos-ngosan untuk tetap berada di belakang zaman. Milenial berlari bagai kilat, orang tua terseok-seok jauh tertinggal di belakang. Yang tidak berubah, menjadi mahluk yang perlahan hilang dari statistik. Paling bisa bertahan hidup di gua-gua, di kampung-kampung. Yang bahkan itupun terancam punah. Gaya hidup kampung terancam punah. Sapi dan kerbau terusir oleh makhluk yang minum BBM. Tukang gergaji tradisional sudah dari kemaren-kemaren istirahat panjang.
Orang-orang tua boleh merasa berpengalaman, boleh merasa bijak, boleh merasa punya daya tahan. TETAPI kenyataanya perlahan ditarik semakin ke pinggir. Semakin pinggir. Sampai berada di pinggir lubang kubur. Inilah kenyataan evolusi jagat raya, yang sekarang lebih pas disebut disrupsi.
Kemapanan transportasi, kemapanan dunia pendidikan, kemapanan entrepreneur, kemapanan pengalaman, kemapanan dunia komunikasi menuju kematiannya. Upaya-upaya yang dilakukan generasi tua hanyalah seperti selang-selang di rumah sakit. Memperpanjang usia. Tetapi pada akhirnya menuju ke satu titik kematian. Tragis. ***
Suheryana Bae, Asisten Administrasi Umum Pemkab Pangandaran.