SATU waktu berkesempatan ngobrol dengan seorang teman yang juga seorang guru pada satuan pendidikan di Cikalongwetan. Obrolan mengarah pada beberapa perubahan kebijakan mendasar yang dikeluarkan oleh Kemendikdasmen. Dalam obrolan tersebut terungkap bahwa perubahan yang harus dilakukan adalah penerapan pembelajaran mendalam (deep learning) serta tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat. Kebijakan baru tersebut pada satu sisi melahirkan kegalauan tetapi pada sisi lain melahirkan semangat untuk mengimplementasikan. Selama ini tata kelola pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari berbagai perubahan yang diinisiasi kementerian. Hal itu bisa dimungkinkan karena penerapan kebijakan harus dinamis, mengikuti fenomena kehidupan yang berlangsung. Kondisi inilah yang mengharuskan setiap pemangku kebijakan pendidikan melakukan berbagai perubahan.
Pendidikan menjadi sektor kebijakan pemerintah terpenting dalam ranah pembangunan bangsa dan negara, sehingga harus mendapat perhatian dan penanganan serius dari para pemangku kebijakan. Salah satu bukti begitu pentingnya pendidikan sebagai bagian dari kebijakan pembangunan yang harus mendapat perhatian serius adalah penetapan pendidikan sebagai salah satu Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Keberhasilan pemerintah dalam mendorong pembangunan dilihat dari tiga indikator IPM, yaitu: kesehatan, pendidikan, dan daya beli (ekonomi). IPM menjadi sebuah tool yang merefleksikan keberhasilan pembangunan pada satu daerah. Capaian IPM tinggi akan berkontribusi sebagai agregat keberhasilan pembangunan dalam skala nasional.
Dengan demikian, pendidikan terposisikan menjadi salah sektor strategis yang dapat berkontribusi signifikan untuk membawa bangsa ke arah kemajuan. Ketepatan penerapan kebijakan pendidikan menjadi embrio yang menopang pada arah kemajuan pembangunan. Keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari penerapan kebijakan sistem pendidikan yang diimplementasikannya. Bangsa dengan penerapan sistem pendidikan yang berkualitas dimungkinkan menjadi bangsa maju sehingga akan diperhitungkan dalam ekosistem kehidupan dunia.
Implementasi kebijakan pendidikan yang tepat dapat secara langsung mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia ini dapat diibaratkan, sebagaimana halnya dengan lokomotif pada kereta api. Melalui tampilan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, maka pengelolaan sumber daya lainnya yang dimiliki oleh bangsa akan pula tertangani dengan baik sehingga dapat berkontribusi terhadap kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan negara.
Semenjak tahun 2010 bangsa Indonesia telah diberi anugerah bonus demografi. Trend populasi penduduk mengalami kenaikan signifikan dengan dominasi jumlah penduduk usia produktif (working age) yang lebih banyak. Fenomena saat ini jumlah penduduk Indonesia dalam kategori usia produktif (working age) dengan kisaran usia 15-64 tahun lebih banyak daripada kategori usia anak-anak (children) dengan kisaran usia 0-14 tahun dan orang tua (elderly) dengan kisaran usia 65 tahun ke atas. Jumlah penduduk usia produktif ini diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035. Pada kurun waktu 15 tahun itulah angkanya mencapai titik tertinggi, yaitu 70%.
Upaya untuk menyongsong dan menyiapkan sumber daya manusia saat bonus demografi mencapai titik kulminasinya, menjadi tugas dari para pemangku kebijakan. Untuk itu, sistem pendidikan yang diterapkan harus dapat menstimulasi setiap peserta didik agar dapat bertransformasi menjadi sosok unggul dan berkompeten. Dalam konteks ini, guru harus dapat menerjemahkan kebijakan pendidikan sehingga mampu mengimplementasikannya dalam tataran teknis, terutama dalam proses pembelajaran. Guru terposisikan sangat strategis karena berada di garis depan proses transformasi setiap peserta didik agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu menghadapi kehidupan masa depan yang semakin kompleks.
Dalam sektor pendidikan, guru menjadi salah satu unsur sentral dan strategis yang dapat mendukung keberlangsungan pembelajaran. Guru menjadi salah satu faktor penentu keberlangsungan pendidikan, bahkan menjadi faktor pengungkit pemajuan pendidikan dengan core peningkatan kualitas setiap outpun dan outcomes-nya. Peran guru dalam pendidikan, paling utama berada dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Mulai dari penyusunan perencanaan sampai dengan pelaksanaan proses pembelajaran, sosok guru berperan sangat strategis. Bagaimana proses pembelajaran akan berlangsung, memiliki ketergantungan terhadap upaya yang dilakukan setiap guru.
Dalam sektor pendidikan, terdapat adagium yang mengungkapkan bahwa kualitas pendidikan tidak akan melebihi kualitas guru. Adagium tersebut telah menempatkan guru dalam posisi kunci dalam sektor pendidikan. Pada adagium tersebut terungkap bahwa untuk melakukan peningkatan kualitas pendidikan harus dimulai dari peningkatan kualitas guru yang akan berperan sentral dalam proses pembelajaran. Berbagai langkah peningkatan kualitas guru harus terus-menerus dilakukan oleh para pemangku kebijakan dengan secara terstruktur, sistematis, dan masiv.
Guru sebagai salah satu unsur utamanya mengarah pada capaian visi pendidikan Indonesia. Visi pendidikan Indonesia mengarah pada tampilan profil pelajar Pancasila. Visi ini secara eksplisit mengungkapkan bahwa proses pendidikan mengarah pada mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebhinekaan global. Visi tersebut harus dicapai oleh setiap satuan pendidikan sehingga melahirkan peserta didik sebagai outcomes berprofil Pancasila.
Dengan demikian, penyiapan guru yang mampu menafsirkan kebijakan pendidikan hingga dapat menerapkan dalam pelaksanaan pembelajaran merupakan langkah strategis dan harus terus-menerus mendapat perhatian serius. Guru tentunya harus memiliki kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran dengan efektif dan efisien. Arah yang dituju hal tersebut adalah mengantarkan setiap peserta didik pada tujuan sebagaimana yang dimanatkan.
Untuk menyiapkan guru yang mampu menyikapi fenomena kontekstual, bukanlah perkara mudah, sebagaimana membalikkan tangan. Berbagai langkah yang dapat dilakukan, di antaranya melalui pemberian penguatan kompetensi guru pada berbagai jenjang pendidikan. Penguatan kapasitas ini tidak dapat terhenti pada satu waktu saja tetapi harus terus dilakukan setiap waktu. Tidak bisa dipungkiri bahwa guru merupakan sosok yang harus mengikuti perkembangan kehidupan masa kini tetapi harus dapat menyiapkan setiap peserta didik agar dapat mengikuti perkembangan kehidupan masa depan. Guru merupakan sosok yang hidup pada masa sekarang tetapi harus memiliki wawasan jauh ke depan sehingga mampu memprediksi fenomena kehidupan masa depan yang akan dihadapi setiap peserta didiknya. Dengan kata lain, guru harus menjadi sosok futuristik, sosok yang pandangannya jauh ke depan.
Dengan tampilan guru yang mampu melakukan perubahan terus menerus, capaian tujuan pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam visi pendidikan Indonesia akan dapat tercapai. Stimulasi untuk melakukan perubahan setiap saat harus datang dari sisi internal dan eksternal. Guru harus memiliki keinginan kuat untuk terus berubah dalam menerapkan pola pembelajaran yang dilakukannya. Demikian pula dengan para pemangku kebijakan, mereka harus dapat men-support dengan menerapkan kebijakan strategis dalam upaya menguatkan kompetensi guru.
Salah satu kebijakan baru yang harus mampu diimplementasikan oleh setiap guru adalah penerapan Pendekatan Pembelajaran Mendalam (Deep Learning). Pendekatan ini merupakan langkah yang dilakukan oleh Kemendikdasmen untuk menjawab tantangan berkenaan dengan krisis pembelajaran serta kebutuhan pembelajaran abad ke-21. Melalui penerapan pendekatan ini, peserta didik diharapkan memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi, mampu menerapkan pengetahuan dalam konteks dunia nyata, serta dapat mengikuti pembelajaran yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan.
Penerapan pendekatan ini menjadi salah satu jawaban atas fenomena pendidikan yang terjadi. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini masih berlangsung krisis pembelajaran yang berdampak pada penurunan capaian kualitas pembelajaran. Kondisi demikian, dilatarbelakangi oleh penerapan pendekatan pembelajaran pada satuan pendidikan yang belum berlangsung secara optimal. Dampaknya, terhadap rendahnya capaian kemampuan literasi dan numerasi peserta didik dalam skala nasional.
Penerapan Pendekatan Pembelajaran Mendalam menjadi salah satu perubahan dalam sistem pendidikan saat ini. Menyikapi fenomena demikian, guru tidak semestinya diam tetapi harus bergerak untuk dapat merespons penerapan kebijakan tersebut. Upaya untuk bergerak menyikapi perubahan kebijakan yang berlangsung tentunya bukan semata harus dilakukan guru tetapi harus pula dilakukan oleh para pemangku kebijakan, terutama yang bergerak dalam sektor pendidikan.
Alhasil, upaya melakukan peningkatan kualitas peserta didik sehingga menjadi output dan outcomes yang bisa diandalkan dalam menghadapi fenomena kehidupan masa kini dan masa depan merupakan tanggung jawab berbagai pihak. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah menstimulasi guru agar dapat mengimplementasikan pembelajaran sesuai dengan kebijakan yang diterapkan. Perubahan penerapan kebijakan pendidikan merupakan hal biasa yang terjadi pada sektor pendidikan. Berbagai perubahan tersebut harus secepatnya direspons oleh para guru dengan langkah teknis implementatif. ***
Dadang A. Sapardan, Camat Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat.