LUAS, tak berbatas jua tak dapat berbalas, itulah pesona cintamu ibu. Detik waktu seakan tak pernah berhenti mengitari kisi-kisi hati mengarungi samudera rasa menjunjung tinggi kebajikan. Nuranimu hanya untuk ajarkan arti cinta Ilahi kepada kami anak-anakmu, meski kadang tidak selalu kami pahami caramu mencintai kami.
Sahajanya kasihmu ibu, meski kadang kami lupa memperhatikanmu. Sejatinya cintamu tak pernah berkurang, meski kadang nasihatmu banyak kami abaikan. Meski kami tahu betul bila engkau pernah kesal, Tapi tetap saja kami berlaku asal. Kami paham benar bila engkau marah, tapi tetap saja kami cuek tak mau kalah, kami kenal sungguh bila engkau kecewa, tapi tetap saja kami ‘bandel” dan meraja.
Nyata benar sudah bila engkau sakit hati, tapi tetap saja kami tahan diri tak segera peduli. Untuk semua itu pun ibu, yakin betul jika engkau tetap menyayangi kami.
Aku putrimu, kini punya pinta. Bila engkau marah, karena aku memang salah. Biarkanlah aku tetap mencintaimu. Bila engkau kecewa karena aku memang alfa, biarkanlah aku tetap mencintaimu. Bila hatimu berat karena aku memang khilaf, biarkanlah aku tetap mencintaimu.
Bila aku salah janganlah engkau mengalah. Bila aku alfa janganlah engkau murka. Bila engkau malu karena aku memang keliru, janganlah engkau ragu menegurku. Bila engkau pilu karena aku banyak mau, janganlah engkau jemu ajariku untuk tawadhu.
Bila engkau susah karena aku kadang lengah, janganlah engkau merasa bersalah, bila engkau lelah karena aku kadang pula lemah, janganlah engkau putus asa dan menyerah. Ibu, bila segala kurangku terlihat, mohon cintamu padaku tetaplah melekat. Bila segala kurangku tampak, hadirkan di hatimu ketulusan dan kata maaf.
Syukurku pada Illahi, Dia hanyutkan aku di lautan kearifan ibuku. Seorang pejuang sejati yang tak pernah lelah mencintai, tak pernah bosan memberi, tak berhenti mendidikku dengan hati dan cinta sejati.
Namun, begitulah kebaikanmu ibu, kadang tak berbalas oleh keindahan hati dan akhlakku. Maafkan aku, ikhlaslah akan segala kekhilafanku. Terima kasih, lahir di hati, ucap syukur terlantun di jiwa, untukmu ibu, ibuku dan ibu kami semua (anak-anakmu). Dan cukuplah Dia yang menghitung segalanya.
Segala sabar yang engkau pertahankan. Segala usaha yang engkau perjuangkan. Semua doa yang engkau munajatkan untukku …untuk kami… yang belum bisa kau banggakan. Biarlah semua Allah yang perhitungkan dan balaskan dengan selaksa kebaikan. Jazakallah Khairal jaza.***
Penulis adalah Guru BK SMPN 1 Batujajar Kabupaten Bandung Barat.