Asap dan Hak

Oleh Ipit Saefidier Dimyati

WhatsApp Image 2023 08 29 at 17.20.47
Ipit Saefidier Dimyati, Dosen Jurusan Teater ISBI Bandung, (Foto: Dok. Pribadi).

KETIKA saya masih kuliah di salah satu universitas di Yogya, sekitar tahun 1994, seorang dosen merajuk karena ada seorang mahasiswa yang merokok di ruang kelas.

Sebelumnya dosen itu telah meminta kepada mahasiswa bersangkutan untuk tidak merokok, atau kalau mau tetap merokok dosen tersebut mempersilakannya untuk merokok di luar kelas. Sang mahasiswa tidak beranjak dari tempat duduknya, dia tetap merokok. “Baik, kalau begitu,” kata dosen itu,”saya yang keluar!” Ia pun pergi keluar sambil membawa tasnya.

Setelah dosen itu pergi, suasana kelas jadi kacau. Kami, semua mahasiswa yang ada di kelas, berembuk, dan meminta kepada mahasiswa yang sedang mengisap rokok itu untuk menghentikan kegiatan menikmati asap tembakaunya. Akhirnya, dia pun bersedia mematikan rokok. Salah seorang mahasiswa yang dianggap bisa mewakili suara mahasiswa satu kelas cepat-cepat ke Ruang Dosen untuk membujuk sang dosen yang merajuk itu kembali ke ruang kelas untuk mengajar. Tak lama kemudian dosen itu datang lagi. Kelas hening. Dosen memandang ke sekeliling ruangan. Dia menatap mahasiswa yang ‘bandel’ itu sesaat, kemudian dia berbicara pada kami: “Apakah kalian tahu batas antara hak orang lain lain dengan diri sendiri?” Tak ada yang menjawabnya. “Batas hak itu adalah hak orang lain,” katanya melanjutkan. “Saya memiliki hak untuk menghirup udara bersih, dan Anda pun memiliki hak untuk mengisap rokok. Akan tetapi, agar hak Anda tidak melanggar batas hak orang lain, maka ketika melakukan kegiatan merokok, carilah tempat atau ruangan yang sepi, sehingga orang lain tidak merasa dirugikan oleh Anda!”

Sebetulnya saya ingin menanggapi omongan dosen itu, tapi saat akan berbicara seorang teman yang duduk di samping saya menyenggol lengan saya, dan memberi isyarat agar saya tidak usah menanggapinya. Demi menjaga ketertiban yang sudah mulai tenang kembali, saya pun menahan diri untuk diam.

Saya setuju dengan apa yang dikatakan dosen itu. Hanya menurut saya dia tidak konsisten dengan perbuatannya. Bukan berarti dia suka merokok di depan kelas. Dia dosen ganteng yang tidak merokok, bujangan, menggunakan mobil pribadi bermerek ke kampus, dan tak heran jika banyak mahasiswa perempuan yang menggandrunginya.

Ya, betul, dia menggunakan mobil pribadi, dan tepat di situlah permasalahannya. Jika dia konsisten dengan perkataannya, maka seharusnya dia tidak menggunakan kendaraan bermesin ke tempatnya bekerja. Bukankah mobilnya itu mengeluarkan asap? Berapa banyak orang yang tidak menggunakan kendaraan telah dilanggar haknya oleh dosen itu? Sepanjang jalan yang dia lalui dengan kendaraan yang dikendalikannya senantiasa dilewati juga oleh orang-orang yang berjalan kaki, ibu-ibu hamil, orang tua, anak-anak, dan sebagainya. Setiap hari di jam kerja. Bila dibandingkan, seberapa besar sih bahaya asap tembakau dengan asap dari knalpot? Jadi, jika berbicara hak, maka mahasiswa yang merokok di ruang kelas dan sang dosen, adalah sama-sama orang yang melanggar hak orang lain untuk menghirup udara bersih.***

Ipit Saefidier Dimyati, Dosen Jurusan Teater ISBI Bandung.