ZONALITERASI.ID – Favoritisme kerap muncul di tengah keluarga atau lingkungan kerja. Meski sering diabaikan, tindakan ini dapat memicu sejumlah efek negatif bagi orang di sekitar pelaku.
Ya, favoritisme adalah tindakan perlakuan istimewa yang diberikan pada orang tertentu dalam suatu kelompok. Tindakan tersebut mengabaikan keadilan dan sering kali merugikan orang-orang di sekitarnya.
Fenomena ini umumnya kerap ditemui di lingkungan kerja yang tidak nyaman. Namun, Anda mungkin juga bisa menemuinya dalam keluarga.
Dilansir dari Hellosehat.com, Jumat, 10 November 2023, berikut ini beberapa contoh favoritisme yang sering terjadi:
– Orang tua yang selalu memberi pujian atau hadiah pada salah satu anak saja, sementara saudara yang lain diabaikan.
– Bos yang memperlakukan salah satu karyawan secara spesial, misalnya sering memberi bonus tanpa alasan, memaklumi kesalahan tanpa memberi teguran, atau mengizinkan untuk pulang lebih awal tanpa alasan jelas.
– Memberi perlakuan spesial terhadap individu dari golongan atau ras tertentu, baik dalam pertemanan, percintaan, hingga urusan bisnis.
Ketika melihat fenomena favoritisme, beberapa orang terkadang memilih untuk mengabaikannya. Namun, jika dibiarkan begitu saja, tindakan ini dapat berdampak buruk, salah satunya bagi kesehatan mental orang-orang di sekitarnya.
Ketika terjadi dalam keluarga, favoritisme dapat membuat anak yang kurang mendapat kasih sayang, merasa tidak disukai oleh orangtuanya.
Kondisi tersebut berpotensi membuat anak frustasi, bahkan depresi, karena menganggap dirinya tidak berharga.
Selain itu, anak yang menjadi korban pilih kasih orangtua juga dapat mengalami perubahan perilaku ke arah negatif, seperti melukai diri sendiri hingga melakukan tindakan kriminal. Hal itu terjadi karena anak merasa tidak dipedulikan.
Sementara favoritisme dalam lingkungan kerja memberikan dampak negatif yang sangat beragam. Tindakan ini tentu akan membuat pekerja yang tidak diistimewakan merasakan adanya ketidakadilan.
Ketidakadilan tersebut dapat berpengaruh terhadap semangat kerja, performa, loyalitas, serta kepuasan kerja.
Tak jarang juga favoritisme membuat korban pilih kasih memilih untuk mengundurkan diri. Hal itu terjadi karena mereka merasa tidak adanya profesionalisme kerja dan potensi untuk berkembang.
Menurut studi berjudul Playing Favorites: A Study of Perceived Workplace Favoritism, disebutkan bahwa korban pilih kasih mengaku memiliki hubungan kerja yang buruk dengan atasan.
Selain itu, mereka juga merasa kurang mendapat pembinaan dan dukungan di tempat kerja.
Cara Mencegah Favoritisme
Favoritisme tidak terbatas pada keluarga dan lingkungan kerja, tetapi bisa terjadi di mana saja. Tanpa disadari, Anda mungkin bisa menjadi salah satu pelakunya.
Berikut ini cara mencegah favoritisme yang bisa dilakukan.
1. Pahami dampaknya
Favoritisme dapat berdampak buruk pada korban pilih kasih, baik terhadap perilaku maupun kesehatan mentalnya. Dengan menyadari efek yang mungkin terjadi, Anda tentu akan lebih bisa bersikap adil.
Tak hanya pada korban, pilih kasih sebenarnya juga bisa menjadi bumerang untuk Anda sendiri.
Selain membuat profesionalisme dipertanyakan, hasil kerja yang Anda terima dari para korban pilih kasih mungkin juga tidak akan maksimal.
2. Beri penilaian berdasarkan hasil kerja
Sebelum memberikan penilaian, pastikan Anda memberikan tugas secara adil dan merata. Berikan setiap orang kesempatan untuk berkembang dan menunjukkan kemampuan yang dimiliki.
Setelah itu, lakukan penilaian berdasarkan apa yang merea lakukan. Jika ditemui kekurangan, Anda bisa memberikan masukan secara asertif untuk perubahan yang lebih baik.
3. Jadilah pribadi yang inklusif
Favoritisme bisa dicegah dengan belajar menjadi pribadi yang inklusif. Dengan begitu, Anda bisa terbuka untuk memberikan kesempatan dan mendengarkan masukan dari siapa saja, tanpa membeda-bedakan.
4. Minta pendapat orang ketiga
Untuk menghindari favoritisme, cobalah meminta pendapat dari rekan kerja mengenai Anda. Perspektif orang ketiga dapat membantu Anda mengetahui apakah selama ini telah bersikap adil atau tidak.
Pastikan perspektif tersebut disampaikan secara jujur. Jika mengarah pada perilaku pilih kasih, Anda bisa mulai membenahi diri untuk bersikap lebih adil.
5. Tanamkan empati
Empati dapat membantu Anda untuk tidak bersikap pilih kasih. Namun, perlu diingat bahwa tujuan dari empati tersebut bukan untuk membuat orang merasa baik, melainkan untuk lebih mengenali dan menghargai perasaan mereka. (haf)***