BOGOH dalam bahasa Sunda berarti cinta. Dalam konteks cerita pendek ini, bogoh menjadi sebuah paradoks yang menarik. Bagaimana bisa sebuah perasaan universal seperti cinta berhadapan dengan ideologi yang begitu kaku dan penuh kebencian? Isam, seorang calon sastrawan muda yang digambarkan sebagai sosok yang sensitif dan idealis, terjebak dalam dilema ini.
Cinta Isam kepada Popon, seorang perempuan yang terhubung dengan organisasi yang dianggap musuh negara, menjadi sebuah ujian terhadap keyakinan dan nilai-nilai yang ia anut. Di satu sisi, ia terikat pada ajaran agama dan organisasi Islam yang ia ikuti. Di sisi lain, ia memiliki perasaan yang mendalam terhadap Popon. Konflik batin ini semakin kompleks ketika peristiwa Gestapu pecah dan stigma terhadap PKI semakin menguat.
Kisah Isam dan Popon mengingatkan kita pada betapa kompleksnya manusia. Kita sering kali terjebak dalam dikotomi: baik dan buruk, benar dan salah. Namun, realitas kehidupan tidak selalu sederhana. Perasaan cinta, kasih sayang, dan empati sering kali bertentangan dengan ideologi dan kepentingan kelompok.
Pertanyaan “benarkah cinta bisa mengalahkan ideologi?” menjadi semakin relevan dalam konteks sejarah Indonesia. Peristiwa kelam seperti Gestapu telah melahirkan banyak korban dan trauma. Namun, di balik semua itu, masih ada kisah-kisah manusia yang penuh dengan nuansa abu-abu. Cinta Isam kepada Popon adalah salah satu contohnya.
Melalui kisah ini, kita diajak untuk merenung tentang makna cinta, ideologi, dan kemanusiaan. Cinta, dalam bentuknya yang paling murni, adalah kekuatan yang universal. Ia mampu menembus batas-batas suku, agama, dan ideologi. Namun, cinta juga bisa menjadi alat untuk manipulasi dan eksploitasi.
Ketika ideologi menjadi begitu dominan, ruang untuk cinta menjadi semakin sempit. Orang-orang dipaksa untuk memilih antara loyalitas terhadap kelompok dan perasaan pribadi. Namun, kita perlu ingat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dengan orang lain. Cinta adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang tidak bisa diabaikan.
Kisah Isam dan Popon mengajarkan kita bahwa cinta tidak selalu berakhir bahagia. Terkadang, cinta harus berkorban demi prinsip dan keyakinan. Namun, cinta juga bisa menjadi sumber kekuatan dan inspirasi. Meskipun Popon menghilang dan nasibnya tidak diketahui, cinta Isam kepadanya tetap hidup dalam ingatannya.
Dalam konteks yang lebih luas, kisah ini juga mengundang kita untuk merenungkan tentang pentingnya toleransi, dialog, dan pemahaman antarsesama. Kita perlu belajar untuk menghargai perbedaan dan mencari titik temu, meskipun kita memiliki pandangan yang berbeda. Dengan cara ini, kita dapat membangun masyarakat yang lebih harmonis dan damai. ***
Didin Tulus, penggiat buku. Tinggal di Cimahi.