ZONALITERASI.ID – Eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan (2014-2016) melontarkan kritik soal pendidikan di Indonesia. Bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) itu menyebutkan, pemerintah kerap otak-atik kurikulum dan buku serta mengabaikan kesejahteraan guru.
“Guru dan kepala sekolah sebagai dua faktor utama untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Seorang murid umumnya menyukai suatu mata pelajaran juga karena guru, bukan karena buku atau kurikulum,” kata Anis, saat pidato di depan DPP Garda Pemuda NasDem di Kloud Sky Dining and Lounge, Senopati, Jakarta Selatan, Jumat, 14 Juli 2023.
Menurut Anies, sekolah harusnya menghadirkan guru-guru yang menyenangkan. Jika pelajar merasa senang saat jam pelajaran usai, maka sekolah tersebut bermasalah, begitu pula sebaliknya.
“Kalau ada anak-anak datang ke sekolah itu dengan berat hati, berada di sekolah berat, pulang sekolah senang hati, itu bermasalah. Tapi kalau datang dengan senang hati, di sekolah senang hati, pulang berat hati, itu bagus sekolahnya. Jadi kualitas guru itu yang sangat menentukan,” ucap Anies.
Kata dia, negara yang pendidikannya maju pasti punya guru yang berkualitas baik. Sementara kualitas guru, didukung oleh beberapa hal.
Agar guru dapat berkonsentrasi dalam mengajar, tambah Anis, perlu disokong oleh pendapatan atau kesejahteraan guru yang memadai.
“Satu, gurunya bisa konsentrasi ngajar. Kalau pendapatan dia hanya cukup buat hidup 15 hari, ya 15 hari kemudian dia kesulitan. Jadi pendapatan dia harus cukup, kesejahteraan guru harus baik sehingga dia bisa fokus pada mengajar. Kalau nggak ngajar sambil les, yang nggak ikut les nilainya jelek, gitu kira-kira toh? Jadi ini siklus yang bermasalah,” pungkasnya.
Diketahui, saat Anies menjabat Mendikbud, dia pun sempat otak-atik kurikulum. Waktu itu Anis menginstruksikan agar sekolah-sekolah kembali menggunakan Kurikulum 2006.
Sementara Kurikulum 2013 yang diterbitkan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dihentikan sementara. Anis beralasan langkah itu dilakukan dalam rangka peyempurnaan.
Kebijakan Anies ini memuncul pro dan kontra di lapangan. Ada sekolah yang siap mengikuti ganti kurikulum ala Anies dan ada juga yang tidak siap.
Menyikapi kondisi itu, dilansir dari Republika, 12 Desember 2014, Anies menginstruksikan sekolah yang belum menggunakan Kurikulum 2013 selama tiga semester untuk kembali ke Kurikulum 2006. Sementara itu, sekolah yang telah menjalankan selama tiga semester diminta tetap menggunakan kurikulum hingga menunggu hasil evaluasi. Anies berharap sekolah yang dijadikan bisa menjadi model dalam pelaksanaan Kurikulum 13 yang ideal.
Untuk kesejahteraan guru, pada era Anies menjadi Mendikbud, kritikan terhadap kebijakannya muncul. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo mengatakan, guru menagih janji Anies Baswedan ketika baru pertama kali menjabat sebagai Mendikbud. Saat itu, Anies berjanji akan memuliakan guru dengan berbagai pilihan. Sampai saat ini, tidak terlihat bukti dari janji Anies.
Sulistiyo menyebutkan, untuk saat ini, keadaan guru benar-benar memprihatinkan, apalagi ada kenaikan harga bahan pokok yang juga akan mengganggu dunia pendidikan. Terutama, bagi siswa dari keluarga miskin dan guru, khususnya guru bukan pegawai negeri sipil (PNS).
“Siswa dari keluarga miskin sudah mulai mengalami kesulitan memperoleh biaya transportasi dan biaya hidup keluarganya, ” kata Sulistiyo di kantor PGRI, Jakarta, Rabu, 17 Juni 2015, dilansir dari Beritasatu.com.
Dia menambahkan, ada beberapa siswa yang sudah mulai bekerja membantu orang tua. Hal ini, berdampak serius pada sebagian siswa untuk menikmati pendidikan, karena rata-rata para guru honorer dan guru tidak tetap di sekolah swasta kecil, banyak yang menerima penghasilan sekitar Rp 250.000,00 per bulan.
Lebih memprihatinkan lagi, Sulistiyo mengungkapkan kebijakan penurunan dana bantuan operasional sekolah (BOS), karena Kemendikbud mengurangi sebesar lima persen dari tahun sebelumnya. Sekarang hanya 15 persen saja, dari 20 persen pada tahun 2014. (des)***