ZONALITERASI.ID – Mosi tidak percaya terhadap Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi yang dilayangkan 18 pengurus provinsi dan kabupaten/kota mendapatkan dukungan. Yang terbaru, sembilan anggota PB PGRI juga memberikan pernyataan sikap terkait mosi tidak percaya pada Jumat, 16 Juni 2023.
Tim sembilan tersebut terdiri dari Huzaifa Dadang (Ketua), Achmad Wahyudi (Ketua), Ali Arahim (Sekretaris Jenderal), Bambang Sutrisno (Ketua Departemen Pengembangan Profesi), dan Mansyur Arsyad (Ketua Departemen Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Pendidikan).
Selain itu, M.Q. Wisnu Aji (Ketua Departemen Kerjasama dan Pengembangan Usaha), Ella Yulaelawati (Ketua Departemen Pendidikan Nonformal dan Informal), Kartini (Ketua Departemen Pengembangan Karir), dan Sugandi (Ketua Departemen Kerohanian dan Pengembangan Karakter Bangsa).
Dalam pernyataan tertulisnya, Huzaifa Dadang sebagai salah satu tim sembilan menegaskan beberapa pertimbangan yang disampaikan dalam mosi tidak percaya oleh beberapa pengurus PGRI Provinsi dan kabupaten/kota secara umum dapat diterima dan dimaklumi.
“Kami juga melihat dan merasakan hal yang sama dalam dinamika kepengurusan PB PGRI,” tulisnya dalam surat pernyataan yang diterima media.
Menurutnya, Unifah Rosyidi, selaku Ketua Umum PB PGRI seringkali sangat tidak bijak dalam memimpin organisasi dan sangat emosional, sehingga selalu berkonflik dengan beberapa pengurus lain. Akibatnya, organisasi tidak dijalankan secara kolektif kolegial sebagaimana diamanatkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART).
Tim sembilan juga melihat dan merasakan bahwa PB PGRI di bawah kepemimpinan Unifah tidak memiliki visi yang baik dan terukur dalam membawa organisasi menjadi lebih dihormati dan disegani, baik oleh pemerintah maupun organisasi guru lainnya.
“Kami sangat prihatin atas kemelut yang terjadi di internal PGRI, sehingga mengakibatkan soliditas dan solidaritas kepengurusan di tingkat pusat dan daerah menjadi tidak harmonis. Apabila hal ini terus berlanjut, sangat dikhawatirkan perpecahan dalam tubuh PGRI akan semakin meluas, “ kata Dadang.
Tim sembilan meminta Dewan Pembina agar mengadakan pertemuan dengan PB PGRI dan pengurus provinsi untuk mengklarifikasi dan menyelesaikan sengketa antara pembuat mosi tidak percaya dengan ketua umum sehingga PGRI tetap solid dan semakin kokoh. Berbagai dimensi dan elemen bangsa seharusnya diberi ruang untuk mengembalikan kejayaan PGRI seperti di masa lalu.
“Mereka yang pernah berseberangan sedapat mungkin dirangkul kembali, diajak dialog untuk membahas langkah-langkah strategis dalam memajukan PGRI. Ego sektoral dan ambisi pribadi dikesampingkan dulu, demi keutuhan dan kejayaan PGRI, sebagaimana yang diamanatkan oleh para pendirinya,” tulis tim sembilan menutup pernyataannya.
Sebelumnya, 18 pengurus PGRI Provinsi menandatangani mosi tidak percaya kepada Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi.
Mereka menyebut PGRI di bawah kepemimpinan Unifah saat ini sedang tidak baik-baik saja. Oleh karena itu mereka meminta Unifah untuk mundur dari jabatan ketua umum PGRI.
Ke-18 pengurus provinsi yang menandatangani mosi tidak percaya yakni, Teguh Sumarno (Jawa Timur), Adi Dasmin (DKI Jakarta), Sudarto (Yogyakarta), Yusuf (NTB), Simon Petrus Manu (NTT), Toni Muhtadi (Banten), Lukman (Jambi), Muh. Syafi’i (Riau), dan Farida (Kepulauan Riau).
Selanjutnya, A. Rahman Siregar (Sumatera Utara), Ilyas Efendi (Lampung), Anwar Sanusi (Kalimantan Timur), dan Muhamad Amin (Maluku Utara), Frans Lukanus L. (Papua Selatan), Nanag Jahyari (Kalimantan Utara), Haruna Rasyid (Sulawesi Barat), M. Arif (Papua Barat Daya), dan Bariun (Kota Baubau).
“Kami ingin mengembalikan muruah PGRI secara komprehensif, karena PGRI saat ini sedang tidak baik-baik saja,” ujar Wakil Ketua PGRI Nusa Tenggara Barat (NTB) Abdul Kadir dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 14 Juni 2023.
Tanggapan PB PGRI
Menanggapi mosi tidak percaya 18 pengurus provinsi, dua pengurus PB PGRI, yaitu Catur Nurrochman Oktavian dan Wijaya angkat suara.
Catur mengatakan, ada pernyataan menarik bahwa kapalnya karam bukan karena terjangan badai, tetapi karena kapalnya dilubangi dari dalam. Kutipan bijak tersebut, ujarnya muncul saat membaca berita dari salah satu media online yang dikirimkan salah satu kawan.
Dalam judul dan inti isi berita tersebut disebutkan “Mosi Tidak Percaya terhadap Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi” yang dinyatakan oleh segelintir orang pengurus provinsi.
“Sangat naif sekali manuver beberapa orang pengurus yang seolah ‘memiliki dan mewakili’ pengurus se-Indonesia,” kata Catur, dilansir dari JPNN.com, Senin, 19 Juni 2023.
Dia mengungkapkan, pengurus PGRI yang tersebar di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota telah memiliki forum-forum resmi organisasi sesuai AD/ART untuk mengekspresikan, menyatakan, dan mengambil keputusan organisasi.
Menurut Catur, apa yang dilakukan perwakilan pengurus dalam pernyataan persnya dengan menuduh ketum PB PGRI melanggar AD/ART, sebenarnya membuka aib mereka sendiri, karena cara-cara tersebut justru jauh dari etika berorganisasi dan AD/ART.
Pertanyaan sederhananya, lanjut Catur, apakah para oknum pengurus yang hadir dan menyatakan mosi tidak percaya itu sudah benar-benar mengurus organisasi di daerahnya sesuai AD/ART?
Apakah keputusan mereka itu telah melalui forum-forum organisasi yang melibatkan suara pengurus kabupaten/kota masing-masing?
Apakah mereka sudah dengan baik menjalankan prinsip manajemen keuangan organisasi sesuai AD/ART?
“Jangan-jangan Konkerprov saja tidak pernah diadakan di daerah mereka yang mengeluarkan mosi tidak percaya itu,” kritik Catur.
Wijaya menambahkan hal yang dituduhkan mereka terhadap ketum juga sangat naif. Misal, mereka menyoal keuangan kongres setiap tahun, padahal jelas dalam pemeriksaan oleh tim komisi keuangan menjelang konkernas IV lalu sudah disebutkan bahwa itu adalah sisihan atau simpanan untuk persiapan kongres mendatang.
“Semua laporan keuangan sudah dilaporkan di forum Konkernas dan sudah melalui pemeriksaan tim verifikasi dari 3 provinsi berdasarkan amanat konkernas sebelumnya,” ujarnya.
Hal lucu lainnya, lanjut Wijaya, adalah mereka menyoal bahwa anggaran untuk transportasi PB ditanggung daerah saat Konkernas. Padahal itu sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu bahkan di masa kepengurusan PB PGRI sebelum-sebelumnya. Dan itu merupakan hasil kesepakatan dalam rapat-rapat koordinasi sebelumnya.
“Mengapa baru disoal sekarang? Apakah ini manuver menjelang kongres mendatang? Jelas arahnya ke sana,” seru Wijaya.
Berdasarkan analisis PB PGRI, maka orang-orang ini memang sudah jelas ingin melawan organisasi dan meruntuhkan kebesaran organisasi. Sebagai sebuah organisasi besar dengan usia yang hampir sama dengan berdirinya negara ini, maka PGRI perlu dijaga dan dibersihkan dari orang-orang yang seolah ingin membesarkan, tetapi sebaliknya perilakunya justru ingin menghancurkannya.
Indonesia terdiri dari Sabang sampai Merauke. Jadi, tegas Wijaya, jangan mudah menghakimi pucuk pemimpin organisasi se-Indonesia tanpa melalui forum organisasi secara nasional yang sah dan cara-cara yang konstitusional.
“Jangan lupa, ketum PB PGRI ini dipilih melalui kongres yang sah. Jika ingin ada pergantian, maka harus melalui cara-cara yang sah pula sesuai mekanisme organisasi yang berlaku, yaitu kongres,” tegas Wijaya
Karena itu, sambung Catur, mosi tidak percaya oleh segelintir orang-orang yang bernafsu tersebut, wajib tidak kita percayai. Rapatkan barisan seluruh kader PGRI sejati.
“Selamatkan organisasi dengan menjaga marwah ketum kita. Kalian telah menuduh Ibu ketum yang sangat kami hormati dan hargai. Kalau tidak bisa bersaing dengan Ibu Ketum, jangan seperti ini, karena makin memperlihatkan ketakutan dan kekerdilan kalian,” pungkasnya. (des)***