FGD Muatan Wahyu Memandu Ilmu, Warek I UIN Bandung: Harus Menjadi Simbol Kampus

c2d5e2f1 83d7 4cbb b67f cbea0f1321e1
FGD 'Muatan Wahyu Memandu Ilmu dan Merdeka Belajar Kampus Merdeka pada Kurikulum UIN Sunan Gunung Djati Bandung', di Grand Sunshine Resort dan Convention, Selasa (21/12/2021), (Foto: Humas UIN Bandung).

ZONALITERASI.ID – Wakil Rektor (Warek) I UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag., mengatakan, Wahyu Memandu Ilmu (WMI) lahir sebagai bentuk tanggung jawab UIN Bandung dalam mengabdikan dirinya kepada masyarakat luas.

“Kehadiran WMI harus menjadi simbol kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung bukan hanya peduli dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban, tapi berkomitmen untuk menguatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Alloh Swt dalam membangun akhlak mulia,” kata Prof. Rosihon, saat membuka Focus Group Discussion (FGD) ‘Muatan Wahyu Memandu Ilmu dan Merdeka Belajar Kampus Merdeka pada Kurikulum UIN Sunan Gunung Djati Bandung’, di Grand Sunshine Resort dan Convention, Selasa (21/12/2021).

Dalam FGD yang berlangsung hingga Kamis (23/12/2021) ini tampil narasumber Ketua Satuan Penjaminan Mutu ITB Dr. Poerbandono, S.T., M.M., Ketua Lembaga Penjaminan Mutu UIN Sunan Gunung Djati Dr. Ija Suntana, M.Ag., Dr. Irawan, M. Hum., Dr. Fenti Hikmawati, M.Si., dan Dr. Mohamad Erihadiana, M.Pd..

Prof. Rosihon menuturkan, Konsorsium Keilmuan Wahyu Memandu Ilmu pada awalnya dibentuk dengan nama Konsorsium Bidang Ilmu UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada tahun 2006.

“Meskipun sempat mati suri, tapi pada kepemimpinan Pa Rektor Mahmud, pada akhir tahun 2015, Konsorsium Bidang Ilmu kembali dibentuk sesuai dengan statuta UIN Bandung namanya berubah menjadi konsorsium keilmuan,” katanya.

Konsorsium keilmuan ini, lanjutnya, bertugas mengelola perubahan paradigma keilmuan lama yang cenderung dikotomis dan fragmentaris kemudian merumuskan suatu paradigma keilmuan baru yang nondikotomis. UIN Sunan Gunung Djati telah meletakkan dasar-dasar perubahan seluruh paradigma keilmuan baru di universitas Islam Indonesia pada saat itu, yakni keilmuan non dikotomis ke dalam spirit of science (scientific) Wahyu Memandu Ilmu.

“UIN Sunan Gunung Djati Bandung sebaiknya membangun Museum Sains Islam yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas, berusaha agar meluluskan Ulama-Sarjana Muslim/Muslimah yang dapat mencerahkan dan berkontribusi positif dalam segala aktivitasnya,” katanya.

“Untuk membumikan Wahyu Memandu Ilmu di lingkungan UIN Sunan Gunung Djati disusun trilogi WMI, buku pertama Masterplan KK WMI, buku kedua Kebijakan Penerapan WMI, buku ketiga Pengantar WMI yang sudah disosilisaikan kepada dosen muda dan mahasiswa untuk buku saku pengantar WMI,” sambungnya.

Narasumber FGD, Dr. Fenti Hikmawati, M.Si., menjelaskan, di zaman era digital ini keberadaan WMI mesti menjadi alternatif spirit dan pilihan bagi umat Islam. Sehingga, mampu dirasakan manfaatnya bagi kehidupan lingkungan masyarakat kampus maupun luar kampus.

“Agar pemahaman terhadap WMI lebih ajeg, Konsorsium WMI merumuskan empat pendekatan pemahaman terhadap WMI: Pertama, pendekatan metaforis. Kedua, pendekatan filosofis. Ketiga, pendekatan sufistik. Keempat, pendekatan saintifik. Program-program WMI sebelum FGD yang telah dilaksanakan diantaranya dapat diakses di antaranya di http://isc.uinsgd.ac.id/,” katanya.

Narasumber FGD lainnya, Dr. Irawan, menegaskan pentingnya FGD WMI ini dalam rangka memperkokoh eksistensi UIN Sunan Gunung Djati Bandung sebagai kampus WMI.

“Adanya museum sains Islam yang dapat dinikmati masyarakat menjadi keinginan bersama kampus dalam meneguhkan WMI,” katanya. (des)***