Mengungkap Sejarah Hari Kunjung Perpustakaan

d07d1a26a6cc59241dc602c5057cbf02
Hari Kunjung Perpustakaan dimulai sejak 14 September 1995, saat pemerintahan Presiden Soeharto, (Foto: PanduanMengajar).

ZONALITERASI.ID – Hari Kunjung Perpustakaan dimulai sejak 14 September 1995, saat pemerintahan Presiden Soeharto. Itu berawal dari Ketetapan Presiden Soeharto kepada Kepala Perpustakaan Nasional RI dengan surat Nomor 020/A1/VIII/1995 pada 11 Agustus 1995. Surat itu berisi usulan pencanangan Hari Kunjung Perpustakaan pada 14 September 1995.

Adapun pencanangan Hari Kunjung Perpustakaan sendiri dilakukan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Sebelumnya, gagasan adanya Hari Kunjung Perpustakaan disampaikan oleh Kepala Perpustakaan Nasional periode 1980-1998, Mastini Hardjoprakoso.

“Presiden Soeharto memiliki harapan dengan adanya ketetapan tersebut dapat memberikan tujuan yang positif bagi gerakan aktivis intelektual di Indonesia, terutama di dalam menyebarkan budaya membaca generasi bangsa Indonesia,” ujar Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpusnas Joko Santoso, dilansir dari laman Perpusnas, Rabu, 14 September 2022.

Jauh sebelum itu, istilah Perpustakaan Nasional sebenarnya baru muncul pada 1954, saat Konferensi Perpustakaan Seluruh Indonesia di Jakarta.

“Pemerintah saat itu menyepakati untuk membentuk sebuah Dewan Perpustakaan Nasional di mana fungsinya sebagai lembaga penasihat sekaligus merangkap sebagai pengatur stabilitas perpustakaan di Indonesia,” ucapnya.

Produktif Terbitkan Buku

Sementara itu, dalam tulisan Mastini Hardjoprakoso pada Majalah Himpunan Perpustakaan Chusus Indonesia (HPCI), disebutkan bahwa Indonesia pernah menjadi negara yang produktif dalam menerbitkan berbagai judul buku. Hal ini juga terkait dengan semangat Presiden Sukarno yang sangat suka membaca dan mendukung penuh untuk menjadikan penerbitan termasuk juga aktivitas membaca, pemberantasan buta huruf, sebagai prioritas pertama.

Terlihat pada tahun 1963, banyak terbitan buku di Indonesia bahkan pihak swasta sudah mulai berani membangun berbagai usaha penerbitan dan buku di Indonesia. Hal ini menjadi perhatian Amerika sebagai negara Adi Kuasa. Bahkan mereka membeli buku terbitan Indonesia dengan membuka kantor cabang Perpustakaan Nasional Amerika Serikat di Indonesia.

Tak hanya Amerika Serikat, Badan Literasi Belanda Koninklijk Instituut voor Taal –, Land – en Volkenkunde (KITLV) memusatkan untuk mengakuisisi terbitan indonesia di bidang ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan.

Australia juga membuka perwakilan kantor Perpustakaan Nasional menunjuk agennya untuk membeli ragam buku terbitan Indonesia khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan sosial. (des)***